Select a date and time slot to book an Appointment
Date Of Appointment
EKSEKUSI ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN PADA PERBANKAN SYARIAH (Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012). Adanya permohonan eksekusi atas obyek Hak Tanggungan yang belakangan semakin banyak diajukan oleh Perbankan syariah kepada Pengadilan Agama telah memantik respon beragam mulai adanya kegamangan menyangkut wilayah kewenangan maupun menyangkut teknis pelaksanaan eksekusinya. Seperti yang tertulis di Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, dan Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUUX/ 2012. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Objek Hak Tanggungan yang aktanya dibuat oleh PPAT eksekusinya dapat di lakukan oleh Pengadilan Agama. Ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah berikut penjelasannya mengatur cara-cara penyelesaian sengketa perbankan syariah melalui atau di luar proses peradilan, dimana peradilan umum merupakan salah satunnya disamping forum musyawarah, mediasi, dan arbitrase bagi penyelesaian sengketa perbankan syariah secara non litigasi. Adapun tekhnik penyelesaian perkara perbankan syariah tersebut di lingkungan peradilan agama dapat ditempuh dengan dua cara yaitu : diselesaikan melalui perdamaian, atau apabila perdamaian tidak berhasil, maka harus diselesaikan melalui proses persidangan (litigasi). Sertipikat objek hak tanggungan yang dibuat oleh PPAT dengan irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” mempunyai kekuatan yang sama dengan putusan pengadilan (Pengadilan Negeri/Pengadilan Agama) yang berkekuatan hukum tetap yang objeknya belum pernah diletakkan sita jaminan. Sepanjang yang menyangkut perbankan syariah maka eksekusinya oleh PA sesuai putusan Mahkamah Konstitusi atas undang undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 tersebut mempunyai konsekuensi Hukum Bahwa Frasa yang menyangkut kewenangan Ketua Pengadilan Negeri pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan dapat diartikan pula bagi Ketua Pengadilan Agama. Undang-Undang Hak Tanggungan berlaku untuk semua objek Hak Tanggungan baik di bank umum maupun bank syariah. Ia lahir sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang 21 Tahun 2008 yang mengatur kewenangan Pengadilan Agama atas ekonomi syariah. Dengan putusan Mahkamah Konstitusi, pilihan hukum dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 dibatalkan, konsekuensinya eksekusi Hak Tanggungan bukan hanya kewenangan Pengadilan Negeri tapi juga Pengadilan Agama, sehingga frasa ketua PN dalam Undang-Undang Hak Tanggungan harus pula dibaca sebagai ketua Pengadilan Agama sepanjang menyangkut perbankan syariah atau yang termasuk kewenangan Pengadilan Agama.
We appreciate you contacting us. Our support will get back in touch with you soon!
Have a great day!
Please note that your query will be processed only if we find it relevant. Rest all requests will be ignored. If you need help with the website, please login to your dashboard and connect to support